Selasa, 28 April 2009

Perjalanan Hijrah Rasulullah Menuju Madinah

Manakala spirit untuk mencari sudah mulai mengedur dan aktifitas patroli pemeriksaan sudah dihentikan serta gejolak emosi kaum Quraisy sudah mulai reda setelah secara kontinyu dan serius pelacakan dilakukan selama tiga hari tanpa membuahkan hasil, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam dan shahabat setianya tersebutpun keluar menuju Madinah. Sebelumnya, mereka berdua telah menyewa 'Abdullah bin Uraiqith al-Laytsiy, yang merupakan gaet berpengalaman di dalam menelusuri jalan. Dia ketika itu masih menganut agama kaum Kafir Quraisy namun keduanya menaruh kepercayaan kepadanya dan menyerahkan kedua onta mereka kepadanya. Setelah itu, mereka berdua membuat perjanjian dengannya untuk bertemu di gua Tsaur setelah tiga malam dengan membawa kedua onta tersebut. Maka, tatkala malam senin, awal bulan Rabi'ul Awwal tahun 1 H atau bertepatan dengan 16 september tahun 622 M, 'Abdullah bin Uraiqith menemui keduanya dengan membawa kedua onta itu. Ketika itu, Abu Bakar berkata kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam, "Wahai Rasulullah, gunakanlah salah satu dari dua ontaku ini." Dia menyerahkan kepada beliau yang terbaik dari keduanya. Lalu Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam berkata kepadanya, " (Aku bayar) Dengan harga." Asma` binti Abu Bakar mendatangi keduanya dengan membawa bekal makanan namun lupa mengikatnya dengan tali. Tatkala keduanya sudah berangkat, dia pergi untuk mengikat bekal makanan tersebut namun ternyata tidak memakai tali, lalu dia menyobek ikat pinggannya menjadi dua bagian, satu bagian dia ikatkan ke bekal makanan tersebut dan yang satu lagi untuk dipakainya. Ketika itulah dia kemudian dijuluki Dzâtun Nithâqain (pemilik dua ikat pinggang). Kemudian Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam dan Abu Bakar berangkat, ikut serta juga bersama mereka 'Amir bin Fuhairah. Mereka semua dibimbing oleh 'Abdullah bin Uraiqith dengan menempuh jalur pantai (pesisir). Begitu keluar dari gua, jalur pertama yang dibidiknya untuk membimbing mereka adalah arah selatan menuju Yaman, kemudian ke arah Barat menuju pesisir. Lalu setelah tembus ke jalan yang tidak pernah dijejaki orang, dia menuju arah utara, dekat pinggir pantai Laut Merah. Jalur ini sangat jarang ditempuh orang. Ibn Ishaq menyebutkan lokasi-lokasi yang pernah dilalui oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam di jalur tersebut. Dia berkata, " Tatkala gaet (penunjuk jalan) membimbing keduanya keluar, dia membawa mereka berdua menelusuri jalur dataran rendah kota Mekkah, kemudian menempuh kawasan pesisir hingga menjumpai jalan tembus arah bawah dari 'Asfan, lalu bergerak lagi menuju jalan bawah Amaj, kemudian dia meminta izin kepada keduanya untuk melintas hingga akhirnya menjumpai jalan tembus setelah melintasi Qudaid, kemudian membawa keduanya melintasi dari tempatnya tersebut, lalu mereka menelusuri al-Kharar, lalu menelusuri Tsunayyatul Murrah, lalu berjalan menuju Laqfa, kemudian melewati Mudlijah Laqaf, kemudian membawa keduanya memasuki Mudlijah Mujaj, kemudian menelusuri Marjah Muhaj, kemudian memasuki ke pedalaman Marjah Dzil Ghudlwain, kemudian memasuki Dzi Kasyr, kemudian membawa keduanya menuju al-Jadâjid, lalu al-Ajrad, kemudian menelusuri Dza Salam yang merupakan pedalaman musuh suku Mudlijah Ta'han, kemudian menuju al-'Abâbid, kemudian melewati al-Fajah, kemudian menuruni al-'Araj, kemudian menelusuri Tsunayyah al-'A`ir -posisi kanan Rukubah- hingga akhirnya menuruni pedalaman Ri`m, kemudian akhirnya bersama keduanya tiba di Quba`."

Berikut kami paparkan sebagian peristiwa yang terjadi dalam perjalanan tersebut: 1. Imam al-Bukhariy meriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq radliyallâhu 'anhu, dia berkata, "Kami telah melakukan perjalanan sepajang malam dan dari keesokan harinya hingga hari mencapai suhu udara yang amat terik, jalanan lengang dan tidak satupun pelalu lalang. Lalu aku mengangkat sebuah batu besar yang berukuran panjang dan dapat dinaungi sehingga tidak tersengat oleh terik matahari, lalu kami singgah untuk berteduh di sana. Aku meratakan tempat dengan tanganku sendiri untuk Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam sehingga beliau dapat tidur, lalu aku bentangkan hamparan yang terbuat dari bulu binatang, sembari berkata, "Tidurlah, wahai Rasulullah! Aku akan mengontrol kondisi di sekelilingmu." Lantas beliau tertidur dan aku mengontrol kondisi di sekelilingnya, tiba-tiba saya melihat seorang penggembala sedang menggiring kambingnya menuju batu besar tersebut juga, dia ingin melakukan seperti yang kami lakukan. Lalu aku bertanya kepadanya, "Kamu menggembalakan untuk siapa, wahai anakku." Dia menjawab, "Seorang dari penduduk Madinah." (Dalam versi lain, "dari penduduk Mekkah.") Aku bertanya, "Apakah kambing yang kamu gembalakan ada air susunya?." Dia menjawab, "Ya." Aku berkata, "Apakah dapat diperah?." Dia menjawab, "Ya." Lalu dia mengambil seekor kambing. Aku berkata, "Perahlah susunya hingga tidak bersisa dan (hindari) dari tanah, bulu dan debu halus di matanya." Lalu dia memerah semua air susu yang terkumpul pada setiap persendiannya. Saya memiliki wadah kecil berisi air dan membawanya kepada Nabi untuk beliau minum dan berwudlu darinya. Aku mendatanginya namun mendapatkannya masih tertidur sehingga aku tidak ingin membangunkannya, lalu setelah beliau terjaga barulah aku memberikannya. Aku menuangkan air ke susu sehingga bagian bawahnya menjadi dingin. Lalu aku berkata, "Minumlah, wahai Rasulullah!." Dia pun meminumnya hingga aku puas dengan hal itu, kemudian beliau berkata, "Bukankah sudah waktunya berangkat?." Aku menjawab, "Benar." Dia (Abu Bakar) berkata, "Lalu kamipun berangkat." 2. Diantara kebiasaan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah selalu membonceng Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam. Hal ini, karena beliau seorang sepuh yang sudah dikenal sementara Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam masih muda dan belum dikenal. Seorang laki-laki berkata kepada Abu Bakar, "Siapa laki-laki yang bersamamu ini?." Dia menjawab, "Orang ini menunjukiku jalan." Maksud Abu Bakar, "menunjuki jalan kebaikan." Namun orang tersebut mengira hanya sekedar menunjuki jalan (yang ditelusuri). 3. Rasulullah dan Abu Bakar diincar oleh Suraqah bin Malik. Suraqah bertutur, "Tatkala aku sedang duduk-duduk di majlis kaumku, Bani Mudlij, datanglah seorang laki-laki dari mereka hingga berdiri di hadapan kami yang masih duduk-duduk sembari berkata, 'Wahai Suraqah! Barusan aku telah melihat para musuh di pesisir. Aku kira mereka itu Muhammad dan para shahabatnya. Lalu tahulah aku bahwa memang mereka orangnya. Lantas aku berkata kepadanya, 'Sesungguhnya yang kamu lihat bukan mereka akan tetapi kamu melihat si fulan dan si fulan yang berangkat di depan mata kita. Kemudian aku berdiam di majlis sesaat, lalu berdiri dan masuk lagi. Lantas aku menyuruh budak wanitaku agar mengeluarkan kudaku yang berada di belakang bukit, lalu dia menahannya untukku. Aku mengambil tombakku lantas keluar melalui bagian belakang rumah, aku membuat garis di tanah dengan kepala tombakku, dan menurunkan bagian atasnya hingga aku menghampiri kudaku lantas menunggangnya. Aku mengendalikannya agar membawaku lebih dekat hingga aku mendekat dari mereka namun kudaku terjungkal sehingga aku terjatuh darinya, lalu aku berdiri sembari tanganku memegangi busur panah lalu mengeluarkan anak-anak panah lantas mengundinya; apakah aku harus mencelakai mereka atau tidak?. Namun undian yang keluar justeru yang tidak aku sukai, lantas aku menunggangi kudaku lagi dan tidak mempedulikan perihal undian yang keluar tadi, kudaku membawaku mendekat hingga bilamana aku mendengar bacaan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam sementara beliau dalam kondisi tidak menoleh, hanya Abu Bakar yang lebih banyak menoleh, maka terperosoklah kedua lengan kudaku ke dalam perut bumi hingga sebatas lutut yang membuatku terjatuh lagi darinya, kemudian aku menderanya, lalu iapun bangkit lagi namun kedua lengannya itu hampir tidak dapat dikeluarkan. Tatkala ia sudah berdiri tegak, tiba-tiba bekas kedua lengannya tadi menimbulkan debu yang mengepul di langit seperti asap, lantas aku mengundi dengan anak-anak panah lagi, namun sekali lagi yang keluar adalah yang justeru aku benci, lantas aku berteriak memanggil mereka bahwa mereka aman. Merekapun menghentikan langkah, lalu aku menunggangi kudaku hingga menemui mereka. Ketika aku bertemu dan mengingat apa yang aku alami barusan saat tertahan dari menjamah mereka, terbersitlah di dalam diriku bahwa apa yang dibawa Rasulullah ini akan mendapatkan kemenangan. Lalu aku berkata kepadanya, 'Sesungguhnya kaummu telah menjadikan tebusan terhadap dirimu.' Aku juga memberitahukan mereka perihal apa yang akan diinginkan orang-orang terhadap mereka. Lantas aku menawarkan mereka perbekalan dan barang, namun beliau tidak melakukan tawaran terhadapku dan tidak menanyaiku kecuali hanya berkata, 'Ringankan harganya dari kami.' Lalu aku memintanya agar menuliskan rekomendasi perlindungan untukku, maka beliau memerintahkan 'Amir bin Fuhairah untuk menuliskannya, lalu dia menulisnya untukku pada secarik kulit. Kemudian Rasulullah pun pergi berlalu." Dalam riwayat yang lain dari Abu Bakar, dia berkata, "Kami berangkat sementara orang-orang Quraisy menguber kami namun tidak seorangpun yang berhasil menemui kami selain Suraqah bin Malik bin Ju'syum yang menunggangi kudanya. Lalu aku berkata, 'Pelacakan ini telah mencapai kita, wahai Rasulullah!.' Lantas beliau membaca firman-Nya (artinya), 'Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.'[Q.s.,at-Tawbah:40] " Suraqah kemudian pulang dan mendapatkan orang-orang masih mengadakan pencarian. Lalu dia berujar, "Aku sudah mendapatkan berita pasti tentangnya untuk kalian, sehingga sudah cukuplah bagi kalian hingga disini." Dalam hal ini, di pangkal hari dia sebelumnya sebagai orang yang gigih mencari (menguber) keduanya namun di penghujungnya justeru menjadi pelindung bagi keduanya. 4. Dalam perjalanannya tersebut, beliau melewati kemah Ummu Ma'bad al-Khuza'iyyah. Dia seorang wanita yang cerdas dan pekerja ulet, sudah terbiasa hidup di halaman kemahnya, kemudian memberi makan dan minum pelalu lalang di sana. Lantas mereka berdua bertanya kepadanya apakah dia memiliki sesuatu?. Dia menjawab, "Demi Allah, andaikata kami memiliki sesuatu niscaya kami tidak akan kikir menjamu kalian apalagi orang yang menginginkannya adalah seorang asing." Ketika itu merupakan tahun paceklik. Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam memandang ke arah seekor domba yang ada di samping kemah, sembari bertanya, "Bagaimana kondisi domba ini, wahai Ummu Ma'bad?." Dia menjawab, "Ia adalah domba yang tak mampu lagi mencari makan." Beliau bertanya, "Apakah ia masih memiliki air susu?." Dia menjawab, "Bahkan kondisinya lebih parah lagi." Beliau berkata, "Apakah kamu mengizinkanku untuk memerah susunya?." "Ya, wahai Rasulullah. Bila engkau melihat ia memang memiliki air susu, maka perahlah." Lalu Rasulullah memerah putingnya dengan tangannya, membaca Bismillah dan berdoa. Maka mengembanglah putingnya dan mengalirlah air susunya dengan banyak. Lalu beliau mengambil bejana milik Ummu Ma'bad yang biasa disuguhkan kepada rombongan pejalan. Beliau memerahkan ke dalamnya hingga domba itu mengoak kencang, lalu beliau memberinya minum dan minumlah ia hingga kenyang, kemudian beliau memberi minum para shahabatnya hingga merekapun kenyang, kemudian barulah beliau minum. Setelah itu, beliau memerahnya lagi hingga bejanapun penuh, kemudian dia menyisakannya untuk Ummu Ma'bad dan merekapun berangkat. Tak berapa lama datanglah suaminya, Abu Ma'bad, menggiring kambing-kambing yang kurus lagi kerempeng. Tatkala melihat ada air susu, dia terkejut sembari bertanya, "Dari mana engkau dapatkan ini? Padahal yang menginginkannya itu adalah orang asing dan di rumah tidak ada susu?." Sang isteri menjawab, "Demi Allah, tidak demikian. Hanya saja barusan seorang laki-laki yang diberkahi melewati perkemahan kita. Diantara ucapannya begini dan begini, kondisinya begini dan begini." Suaminya berkata, "Demi Allah, sesungguhnya aku berpendapat dia adalah orang yang dicari-cari oleh orang-orang Quraisy. Tolong kamu sebutkan ciri-cirinya kepadaku, wahai Ummu Ma'bad!." Lalu dia menyebutkan ciri-cirinya yang memiliki sifat yang menawan hati, ucapan yang mempesona seakan orang yang mendengarnya melihatnya langsung di hadapannya. Dalam hal ini, kami akan memaparkan penjelasan mengenai ciri-ciri fisik beliau Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pada halaman-halaman terakhir buku ini. Lalu Abu Ma'bad berkata, "Demi Allah, inilah orang yang urusannya disebut-sebut oleh orang-orang Quraisy. Aku ingin sekali menemaninya dan berniat akan melakukan hal itu bila ada kesempatan. Lalu mereka mendengar suara melengking di Mekkah sementara mereka tidak dapat melihat pengucapnya, Semoga Allah, Rabb 'Arasy membalasnya sebaik-baik balasan Dua sejawat telah singgah di kemah Ummu Ma'bad Keduanya mampir membawa dan berangkat dengan kebajikan Sungguh beruntunglah orang yang menjadi pendamping Muhammad Wahai orang yang jauh, tidaklah Allah palingkan dari kalian Prilaku baik dan kehormatan diri yang tiada tertandingi Untuk menghinakan Bani Ka'b menggantikan pemudi mereka Posisinya mendapat perhatian oleh kaum Mukminin Tanyakan wanita kalian perihal domba dan bejananya Sungguh jika kalian tanyakan domba, maka ia akan bersaksi Asma' berkata, "Kami tidak mengetahui ke mana Rasulullah pergi tatkala laki-laki dari bangsa Jin menyongsong dari arah bawah Mekkah, lalu melantunkan untaian bait-bait ini, sementara orang-orang mengikutinya dan mendengarnya namun tidak dapat melihatnya hingga kemudian dia muncul dari arah atasnya." Dia melanjutkan, "Tatkala kami mendengar ucapannya, tahulah kami ke mana Rasulullah pergi, yaitu ke arah Madinah." 5. Di dalam perjalanan, Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bertemu dengan Buraidah al-Hashib al-Aslamiy yang membawa serta bersamanya 80 keluarga. Dia menyatakan keislamannya bersama mereka. Rasulullah melakukan shalat 'Isya, lalu mereka bermakmum dengan beliau. Buraidah tinggal di negeri kaumnya hingga seusai perang Uhud, barulah mendatangi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam. Dari 'Abdullah bin Buraidah bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam selalu optimis dan tidak pernah memiliki kepercayaan "Thiyarah" (percaya kepada pertanda baik atau buruk berdasarkan arah terbang burung). Buraidah berangkat bersama 70 orang penunggang kuda dari sukunya, Bani Sahm. Lalu dia menemui Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam, lantas beliau bertanya kepadanya, "Dari siapa kamu?." Dia menjawab, "Aslam." Lalu beliau berkata kepada Abu Bakar, "Kita telah selamat." Kemudian beliau berkata lagi, "Dari Bani apa?." Dia menjawab, "Bani Sahm." Beliau berkata, "Kalau begitu, telah keluarlah Sahm-mu (bagian dari perolehan ghanimah Uhud). 6. Rasulullah melewati Abu Aus, Tamim bin Hajar (dalam versi riwayat yang lain, Abu Tamim, Aus bin Hajar) di suatu tempat bernama Qahdâwât yang terletak antara Jahfah dan Harsyi - di 'Araj -. Beliau telah membuat jalan onta menjadi lamban karena bersama-sama Abu Bakar menunggangi satu onta saja. Lalu Aus membawanya ke onta jantan miliknya dan mengirim seorang budaknya bersama mereka berdua. Budak ini bernama Mas'ud. Dia berkata kepada budaknya ini, "Telusurilah jalan bersama keduanya karena kamu banyak mengetahui seluk-beluk jalan dan jangan berpisah dengan mereka." Lalu dia menelusuri jalan bersama mereka berdua hingga membawa keduanya memasuki Madinah. Kemudian, Rasulullah mengembalikan Mas'ud kepada tuannya dan menyuruhnya agar meminta Aus menghiasi ontanya di bagian leher dengan tali kuda, yaitu dua lingkaran, lalu beliau memanjangkan antara keduanya, maka jadilah ia sebagai ciri khas mereka. Tatkala kaum Musyrikun datang saat perang Uhud, Aus mengirim budaknya, Mas'ud bin Hunaidah dari arah 'Araj dengan berjalan kaki untuk memberitahukan perihal orang-orang Quraisy tersebut kepada Rasulullah. Hal ini disebutkan oleh Ibn Mâkula dari ath-Thabariy. Mas'ud ini sudah masuk Islam setelah kedatangan Rasulullah di Madinah dan tinggal di 'Araj. 7. Di dalam perjalanan juga, tepatnya di sebuah pedalaman Rîm, Rasulullah berjumpa dengan az-Zubair yang ikut dalam rombongan kaum Muslimin. Mereka ini adalah para pedagang yang ingin berangkat menuju kawasan Syam. Lalu az-Zubair mengenakan untuk Rasulullah dan Abu Bakar pakaian yang putih.

nyemelo-Belajar Meniti Jejak Rasulullah r : http://localhost/nyemelo