Senin, 01 Agustus 2011

Untuk suami.. n Untuk istri

Untuk suamiku,
Pernikahan atau Perkawinan,
Menyingkap tabir rahasia.

Istri yang kamu nikahi….
Tidaklah semulia Khadijah,
Tidaklah setaqwa Aisyah,
Pun tidak setabah Fatimah,
Apalagi secantik Zulaikah.

Justru istrimu hanyalah wanita akhir zaman
Yang punya cita-cita, Menjadi solikhah….

Pernikahan atau Perkawinan,
Mengajar kita kewajiban bersama,
Istri menjadi tanah, Kamu jadi penaungnya.
Istri ladang tanaman, Kamu pemagarnya.
Istri kiasan ternakan, Kamu gembalanya,
Istri adalah murid, Kamu mursyidnya.
Istri bagaikan anak kecil, Kamu tempat bermanjanya.

Saat istri menjadi madu, Kamulah yang menikmatinya.
Seandainya istri tulang yang bengkok, Berhatilah meluruskannya.

Pernikahan atau perkawinan,
Menginsyafkan kita perlunya iman dan taqwa.
Untuk belajar meniti sabar, Dari ridho Allah SWT.

Cuma suami akhir zaman, Yang berusaha menjadi sholeh…Amin…

Untuk istriku,
Pernikahan atau perkawinan,
Menyingkap tabir rahasia.

Suami yang kamu nikahi,
Tidaklah semulia Muhammad SAW,
Tidaklah setaqwa Ibrahim AS,
Pun tidak setabah ayub AS,
Ataupun segagah Musa AS,
Apalagi setampan Yusuf AS.

Justru suami adalah pria akhir zaman,
Yang punya cita-cita,
Membangun keturunan yang sholeh….

Pernikahan atau perkawinan,
Mengajar kita kewajiban bersama,
Suami menjadi pelindung, Kamu penghuninya.
Suami adalah nahkoda kapal, Kamu navigatornya.
Suami bagaikan balita yang nakal, Kamu adalah penuntun kenakalannya.
Saat suami menjadi raja, Kamu nikmati anggur singgasananya.
Seketika suami menjadi ‘bisa’, Kamulah obat penawarnya.
Seandainya suami masinis yang lancang, Sabarlah memperingatkannya.

Pernikahan atau perkawinan,
Mengajarkan kita perlunya iman dan taqwa.
Untuk belajar meniti sabar, Dari ridho Allah SWT.

Cuma wanita akhir zaman,
Yang berusaha menjadi sholikhah….
Amin….

Rabu, 15 Juni 2011

Menikmati kebersamaan

sidomukti umbul - central java
Apa yang diingat oleh manusia dewasa tentang orang tua mereka, saat kanak-kanak dahulu, yang membahagiakan? Banyak studi menunjukkan, betapa mereka merekam saat-saat kebersamaan sebagai kenangan tak terlupakan, bukan uang atau barang yang pernah mereka terima. Kalaupun nama uang atau barang disebutkan, itu lebih sebagai symbol perhatian, sebagai pelengkap saat-saat kebersamaan yang mereka nikmati… ( indahnya kebersamaan…. 
Kini, kita telah menjadi orang tua, para ayah atau ibu dari anak-anak kita tepatnya. Dan seharusnya kita mengerti, bahwa kenangan terbaik dari masa kanak-kanak kita, hampir tidak pernah berhubungan dengan uang atau barang. Namun memberi perhatian dengan kebersamaan menjalani aktifitas bersama orang-orang terkasih… . Dan sayangnya, banyak diantara kita yang tidak menyadari pentingnya menyediakan waktu untuk keluarga, kemudian menikmati kebersamaan bersama mereka…, bermain di sawah., atw sekedar berjalan dipegunungan .., atw hanya sekedar berendam dipantai dengan secangkir kopi … hehehehe
Masyarakat materialis di sekitar kita, membawa pesan belanja yang akut. Menimbulkan kesan bahwa membeli barang, jalan ke mall , adalah simbol kesuksesan hidup. Kemudian, banyak orang tua yang kehilangan rasa percaya diri saat mendapati diri mereka tidak bisa mengikuti pola itu. Merasa bersalah karena tidak bisa memenuhi permintaan salah satu anggota keluarga tentang barang atau uang. Padahal mereka memiliki hal yang, insyaallah jauh lebih berharga daripada pemberian barang-barang kepada anak dan istri; yaitu diri dan waktu mereka…!!!!
Maka siapkah kita, memberikan perjalanan yang akan selalu dikenang, dari kebersamaan yang kita jalani bersama anggota keluarga? Atau, kita malah tidak bisa menikmati saat-saat seperti itu? Padahal, ialah kunci kenyamanan itu, lebih dari sekedar menghujani anggota keluarga dengan hadiah barang dan uang. Yakinlah, keduanya tidak bisa membeli kebahagiaan, jika tanpa ketulusan, perhatian, dan kebersamaan.
Kebersamaan adalah awal dari sebuah komunikasi yang efektif. Jika ia berjalan dengan kuantitas dan kualitas yang terjaga, komunikasi antar anggota, insyaallah akan membaik bersamaan dengan berjalannya waktu. Dengan kebersamaan, kita akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berbicara dan mengenal anggota keluarga yang lain lebih mendalam. Lebih berpeluang untuk berbicara dari hati ke hati, hal yang menjadi esensi hubungan emosional antar sesama anggota keluarga… yupss…
Selain itu, perasaan tidak nyaman yang mungkin timbul dalam proses bemuamalah dengan anggota keluarga, menemukan tempat untuk disalurkan. Rasa tidak puas, juga amarah yang tertahan hingga menyesakkan dada, seringkali nenjadi penyebab perceraian jika tidak diselesaikan. Dan kebersamaan menjadi alat untuk menguraikan pelan-pelan. Mengasah kepekaan dan membangun hubungan emosional yang lebih sehat.
Pernahkah kita mendengar tentang pasangan yang akhirnya bercerai, meski mengaku masih saling mencintai dan tidak membenci pasangannya? Mereka hanya tidak berhubungan secara emosional. Tidak lagi saling peduli akan kebutuhan ‘rasa’ yang mulai hambar, serta energi untuk bertahan yang mulai melemah dan pudar. Bukankah Jamilah binti Ubay, istri sahabat Tsabit bin Qais, serta Shahabiah istri Utsman bin Mazh’un, mengeluhkan suami-suami mereka karena kehilangan kebersamaan, meski atas nama beribadah.
Para pembunuh berdarah dingin, pelaku tindak kriminal, para remaja yang ‘nakal’ hingga orang-orang yang strees dan depresi, banyak kita temukan di sekitar kita. Mereka memiliki ciri yang hampir sama; terisolasi dari lingkungan, merasa kesepian, dan terasing dari orang-orang terdekatnya. Mereka kehilangan hubungan emosional yang dalam dan menyehatkan mental.
Mungkin mereka memiliki rumah yang megah. Mungkin perabotan mewah. Mungkin juga ibu dan ayah. Namun mereka terasing di tengah semua yang ada. Mereka kehilangan meski terlihat memiliki. Dan meski tinggal bersama, mereka sebenarnya kesepian dan sendiri…
Kebersamaan yang baik menjadi penawar atas segala permasalahan itu. Komunikasi yang terjalin, kehangatan yang tercipta, serta kenyamanan yang dirasa, membuat seluruh anggota keluarga menjadi saling menghargai kehadiran, menajamkan kepekaan akan perasaan orang lain, hingga perasaan diterima dan dicintai. Menjaga kadar hormon oksitosin, yang membuat seluruh anggota keluarga merasa ‘terhubung’.
Selain itu, kebersamaan yang positif akan menumbuhkan kerukunan, meski kadang diselingi perbedaan pendapat. Para anggota keluarga juga akan, insyaallah, akan mengembangkan jatidiri mereka sebagai manusia yang memiliki akar dan tempat di dalam sejarah kehidupan. Tidak tercampakkan dan kehilangan jejak sejarah. Mereka, insyaallah, akan bangga menyebutkan pohon sejarah keluarga mereka yang memang dirawat untuk dibanggakan.
Dan seperti juga pertunjukan penghargan, kebersamaan akan menimbulkan efek gelombang. Makin melebar dan meluas pengaruh yang diakibatkannya, jika ia dikerjakan. Bahkan, seringkali ia akan melahirkan kejutan-kejutan manis yang tidak terduga sebelumnya. Secara alamiah, kita akan menemukan harta karun yang bahkan tidak kita cari; hubungan personal yang semakin membaik dari hari ke hari, dari waktu ke waktu. Hal yang tidak ditemukan oleh banyak keluarga yang mati-matian mencarinya, dalam harta dan gengsi material yang palsu. Sedang kepuasan berkeluarga itu ada disini, di kebersamaan yang dinikmati oleh seluruh anggotanya.
Marilah sebagai para pemimpin keluarga, kita tumbuhkan aktivitas bersama dengan anggota keluarga. Yang fleksibel dan tidak kaku. Yang positif dan sehat. Alih-alih sebuah keistimewaan, ia adalah sebuah kebutuhan, kuantitas maupun kualitasnya. Jadi, menikmati kebersamaan keluarga, siapa yang mau?

 tulisan buat diriku sendiri n temen2 yg poenya waktu
Untuk ngebaca…

Catatan
*) Kehidupan yang sesungguhnya ada di hati kita n bagaimana cara kita membangun kebersamaan bersama orang2 yang kita cintai di sekitar kita..
Apakah kita merasa bahagia dan damai?..... dengan kebersamaan yg telah kita bangun.. selama ini…
Apakah kita mencintai dan dicintai oleh keluarga, saudara dan teman-teman kita… apakah kita juga memiliki waktu buat mereka? .. “ kebersamaan mustahil terwujud bila kita tidak meluangkan waktu untuknya….”

4ndik .., kalimas ~ 08.40
28 mei 2011